الخميس، 10 يناير 2013

Kesenian dan Kebudayaan Sebagai Perekat Bangsa


Globalisasi dengan segala perkembangan positif di dalamnya memang memberi ruang yang demikian besar bagi tersebarnya budaya sebuah bangsa di tingkat dunia. Hal tersebut disampaikan Rektor UII, Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, MEc., dalam sambutanya pada pembukaan Pekan Ekspo Budaya Nasional (POSEUDON) 2009, Selasa (19/5), di Auditorium Kahar Mudzakir, Kampus terpadu Universitas Islam Indonesia.
Image
“Globalisasi di sisi yang lain juga beresiko membawa pengaruh negatif dalam bentuk makin tergerusnya budaya seluruh bangsa sebagai akibat ketidaksiapan menghadapi arus budaya yang masuk melalui jalur globalisasi itu sendiri” ungkap Edy Suandi.
Keanekaragaman kebudayaan dan kesenian menjadi simbol kekayaan dan kemajemukan sebuah bangsa. Memperkenalkan, menanamkan, melestarikan, mempromosikan dan memperteguh identitas nasional, merupakan tugas utama generasi muda saat ini dan yang akan dating. Untuk itulah Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) menyelenggarakan POSEUDON 2009 ini.
Kegiatan yang baru pertama kali diadakan ini, dibuka langsung oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dalam sambutanya, JK mengungkapkan, kita harus menghargai, mengormati asas-asas yang telah disepakati bersama. Seperti halnya semboyan Bhineka Tunggak Ika, Berbeda-beda Tetapi Tetap Satu. “Dengan perbedaan tersebut, membuat kita bersatu dan bias membesarkan nama bangsa” jelas JK.
Image
Ekspo seni dan budaya ini menampilkan berbagai hasil kerajinan maupun hasil karya seni dan perangkat kebudayan dari 33 Propinsi di Indonesia. Selain itu, juga diisi dengan beraneka ragam hiburan, seperti atraksi seni, vocal group etnis, dan tari-tarian etnis.
Dalam sambutannya, Heni Wijayanti, selaku Ketua LEM UII, mengatakan, generasi muda sekarang ini terlihat sedikit lalai terhadap budaya sendiri. Sehingga mengakibatkan keterasingan kehidupan di Negara sendiri. “ Semua orang sibuk membenahi kehidupan politik dan ekonomi, tapi mereka lupa akan pelestarian budaya tanah air” jelas Heni.
Melalui kegiatan ini, diharapkan generasi muda lebih mengenal budaya dan kesenian tanah air, pemahaman multicultural dikalangan generasi, timbul minat dan tetertarikan generasi muda terhadap budaya tanah air, sehingga muncul kesadaran untuk melestarikan budaya Indonesia.
Sementara itu, Sri Sultan Hamengkubuwono X mengungkapkan, masa penjajahan telah dengan sistematik menghilangkan ingatan kolektif masyarakat Indonesia aka nasal-usul peradaban bangsa ini. Dengan sengaja kita dibuat terpecah belah agar tidak bias bersatu sebagai sebuah bangsa. “Sejak saat itulah kita sebagai bangsa kehilangan jati diri dan karakter asli yang pernah menjadi perekat bangsa” ungkap Raja Kasultanan Ngayogyakarta.
Kegiatan yang ditujukan kepada masyarakat dan pemerintah Indonesia ini, merupakan inisiasi, kreativitas dan wujud kontribusi para mahasiswa UII dalam menjaga, melestarikan, menumbuhkembangkan, serta mentrasformasikan budaya bangsa agar tetap eksis demi terpeliharanya jati diri bangsa. Tanpa budaya yang hidup dan berkembanga, sebuah bangsa telah kehilangan ruh dan nilai-nilai luhur yang berarti pula hilangnya jati diri.
Terselenggaranya Ekspo  Seni dan Budaya ini, Sri Sultan menyambut baik, karena bisa sekaligus menjadi tempat pengapresisasi budaya Indonesia. Alangkah besarnya manfaatnya jika kualitas budaya dianyam menjadi serat-serat yang bisa memperkuat. Dengan itu, kita akan hidup rukun pada kepekaan akan adat kewajiban individual social yang lebih tinggi.
“Dengan adat, kita bisa melaksanakan perencanaan pembangunan dengan sedikit mungkin distorsi saling kecurigaan dan kesalah pengertian” ungkapnya terkait adat dan pemerintahan bangsa.
Bagi Sultan, kebudayaan Indonesia haruslah bak pohon yang kokoh dan tegak, rimbun serta berbuah lebat. Sebagai bangsa yang maju dan beradab, Indonesia juga harus mampu memakmurkan, memajukan dan memberi rasa keadilan bagi seluruh rakyat dari generasi ke generasi. Dengan terselenggaranya kegiatan ini, semoga menimbulkan inspirasi bagi Kepala Pemerintahan untuk menjadikan kesejahteraan rakyat yang berbudaya bisa terwujud lebih cepat dan lebih baik.
Setelah prosesi pembukaan yang dilakukan Wapres secara simbolis, kegiatan dilanjutkan dengan pagelaran seni dan budaya, yang dilakukan oleh pelajar dan mahasiswa dari berbagai daerah serta budayawan Indonesia.

Seni Sebagai Identitas dan Perekat Bangsa


Identitas adalah ciri-ciri yang dimiliki oleh seseorang, kelompok, lembaga atau bangsa lainnya, dengan adanya ciri-ciri yang berbeda itu maka akan muncul kekhasan serta keunikan tersendiri sehingga akan mampu memberikan kebanggaan bagi pemiliknya. Salah satu peluang untuk menyatakan identitas-diri ini adalah melalui kegiatan seni. Kegiatan seni dianggap potensial oleh karena mampu mengekpresikan identitas-diri kelompok secara alamiah. Melalui seni, simbol budaya, mitos, keyakinan, dan harapan dari suatu kelompok dapat dinyatakan secara efektif dan otentik. Seni sebagai pemberi identitas maksudnya adalah melalui kekayaan seni budaya Indonesia kita mampu menunjukkan jati diri bangsa Indonesia di tengah budaya global.
Indonesia memiliki berbagai suku dengan sejarah dan latar belakang budaya yang sangat beragam. Hal tersebut tercermin pula dari keragaman bentuk dan sifat kesenian yang muncul serta dapat kita warisi hingga saat ini. Sebagai ekspresi dari masyarakat pendukungnya, kesenian mengandung nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tidak ternilai harganya. Kekayaan seni budaya Nusantara telah mampu memberikan kita sebuah kebanggaan sebagai suatu bangsa yang berbudaya tinggi.
Namun beberapa dekade terakhir ini berbagai krisis yang menimpa bangsa Indonesia sungguh sangat memprihatinkan kita. Berita-berita tentang semakin merosotnya nilai kebangsaan, persatuan dan kebersamaan hampir setiap hari disuguhkan oleh media cetak maupun elektronik. Masalah itu masih ditambah lagi dengan semakin merosotnya nilai etika dan moral, arogansi, pengalahgunaan obat-obat terlarang, tawuran, terorisme, dan masih banyak lagi yang lainnya. Kenyataan ini membuat kita bertanya-tanya sudah sedemikian rapuhkah rasa persatuan dan kesatuan serta mentalitas anak bangsa kita? Sekiranya memang benar demikian adanya. Bagaimanakah caranya merekat?
Dalam situasi seperti ini, seni dapat dipergunakan sebagai salah satu perekat. Untuk itu potensi seni budaya kita perlu dioptimalkan, terus dipertahankan dan dikembangkan secara kreatif, sehingga dapat menumbuhkan rasa solidaritas baik sesama bangsa Indonesia maupun dengan bangsa lainnya didunia. Melalui Sekaa, Sanggar, Banjar, Sekolah, dan aktivitas seni budaya seperti Pesta Kesenian, Pesta Seni Remaja, Festival Seni, Gelar Seni, dapat dipergunakan untuk menanamkan nilai budaya bangsa. Dengan penanaman nilai tersebut lewat seni, maka akan dapat memberikan landasan serta dapat dipergunakan untuk beraktivitas secara positif.
Sebagai salah satu contoh (dalam paper Rai, 2005) dikemukakan sebuah even daerah yang kini sudah menjadi even Nasional dan Internasional yaitu Pesta Kesenian Bali (PKB). Pesta Kesenian yang merupakan salah satu kebanggaan masyarakat Bali mulai dilaksanakan pada tahun 1978 atas gagasan Prof. Dr. Ida Bagus Mantra (alm), Gubernur Bali pada waktu itu. Ada lima jenis kegiatan yang dilaksanakan dalam PKB yaitu: pawai pembukaan, pagelaran, pameran, lomba, dan sarasehan, PKB dilaksanakan sekitar satu bulan penuh mulai pertengahan Juni hingga pertengahan Juli. Tahun ini pelaksanaan Pesta Kesenian Bali sudah memasuki tahun yang ke-31. Salah satu aspek yang perlu dikemukakan di sini adalah bagaimana antusiasme masyarakat Bali khususnya (tua, muda, anak-anak) dalam mempersiapkan diri guna bisa berpartisipasi dalam PKB yang dipusatkan di Taman Budaya Denpasar (dan disebar ke beberapa daerah Kabupaten/Kota). Persiapan berupa latihan-latihan kesenian baik kesenian tradisi maupun modern dilakukan berbulan-bulan lamanya. Setelah waktunya tiba, maka kegiatannya akan dimulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, dan terakhir yang terpilih sebagai unggulan kabupaten/kota akan tampil di Denpasar. Apabila diamati yang terpenting di sini bukanlah semata-mata produk akhirnya, melainkan proses yang telah dilalui mulai dari perencanaan, latihan, hingga terwujudnya suatu bentuk kesenian yang diinginkan. Dalam proses seperti ini telah terjadi, tidak saja kemampuan berupa keterampilan teknis, melainkan juga adanya penanaman nilai-nilai budaya, pencarian identitas, sekaligus merekatkan seniman, masyarakat, pemerintah, dan unsur-unsur terkait lainnya, di mana hasilnya akan dapat dijadikan sebuah kebanggaan. Sesuai dengan kenyataan yang ada, telah terbukti pula bahwa melalui kegiatan kesenian seperti ini telah memberikan dampak yang positif. Misalnya saja anak-anak muda di beberapa desa atau tempat di Bali yang sebelumnya sering membuat ulah hingga cukup memusingkan keluarga maupun masyarakat, akhirnya dengan bangga mampu menampilkan kebolehannya di atas pentas guna mempertaruhkan nama desa serta kabupatennya di arena PKB. Mereka telah memiliki predikat baru yaitu dari anak jalanan ke anak panggung.
Yang patut dicatat pula bahwa dari kenyataan yang ada, grup atau sekaa yang tampil di PKB itu bukanlah seniman Bali saja, melainkan juga seniman dari beberapa daerah di Indonesia maupun seniman mancanegara. Para seniman kita yang sudah pernah tampil di PKB di antaranya berasal dan Sumatera Barat, Aceh, Lampung, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, NTT, Maluku, Sulawesi, Papua, Kalimantan, dan seniman dan daerah lainnya di Indonesia. Para seniman mancanegara yang sudah pernah tampil di PKB, seperti Grup dan Jepang, Ameriika Serikat, Eropa, Australia, India, Korea, Singapura, dan lain-lainnya, selain telah dapat memperkenalkan keunikan kesenian negaranya masing-masing, juga telah mampu mempertunjukkan kebolehannya membawakan kesenian Indonesia baik yang tradisional maupun modern. Grup kesenian, seperti Gamelan Sekar Jaya dari Amerika Serikat, Sekar Jepun dan Yamashiro Gumi dari Jepang merupakan beberapa contoh yang dimaksud. Lewat ajang seperti ini tentu akan terjadi interaksi yang positif antara sesarma seniman Indonesia maupun antara seniman Indonesia dengan rekan kita dan luar negeri.
Salah satu contoh lagi yang perlu dikemukakan di sini adalah apa yang pernah dialami Bapak Prof. Dr Wayan Rai S, MA (sekarang Rektor ISI Denpasar), ketika mengikuti Cherry Blossom Festival di Washington DC, Amerika Serikat pada tahun 1996 pada waktu itu Indonesia melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia Washington DC, terpilih sebagai salah satu peserta. Setelah melalui penilaian yang sangat ketat, panitia menyatakan berhak mengikuti Festival Internasional yang sangat bergengsi itu, maka persiapan pun dilakukan oleh pihak KBRI yang koordinator serta pelatihnya pada waktu itu adalah Bapak I Gusti Agung Ngurah Supartha, SST, dari KBRI Washington DC. Setelah perencanaan dibuat secara matang dan disetujui oleh panitia festival, maka dikumpulkanlah semua masyarakat Indonesia yang ada disekitar Washington DC baik itu siswa, mahasiswa, pegawai maupun yang lainnya. Pada saat pertemuan pertama diadakan di salah satu ruang latihan di komplek KBRI berbagai komentar saya dengar: tugasku opo? Wong aku tak pernah nari kok. Yang lain menimpali: aduh & don’t worry & pakai aja pakaian tari itu (sambil menunjuk ke pakaian tari yang tergantung disebelahnya) nggak ada orang tahu kok. Ada juga yang berkata: aku sudah latihan tari Jawa sejak kemarin, akhirnya pernah juga aku belajar tarian Indonesia di Amerika, & malu diikalahkan sama bule. Singkat cerita, melalui kegiatan seperti ini kita bisa saling kenal dan dapat bertukar pikiran serta pengalaman dengan sesama orang Indonesia di Washington DC. Pada waktu hari H, terlihat rekan-rekan kita dengan sangat bangga menunjukkan Bhinneka Tunggal Ika melalui busana dan berbagai bentuk kesenian dari Sabang sampai Merauke. Para penonton pun tampak kagum akan kekayaan seni budaya kita. Ketika salah seorang dan penonton bertanya where are you from? tanpa dikomando rekan-rekan kita menjawab INDONESIA.

Budaya : Kesenian Perekat Kehidupan Berbangsa


KALIMANTAN BARAT - Budaya Daerah harus terus dilestarikan agar eksitensinya tetap terpelihara, dilindungi dan dikembangkan sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pencerdasan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Salah satu kesenian adat budaya Batak yang ditampilkan Pesona Tanah Batak, ini kesenian yang harus kita lestarikan keberadaannya, berbagai budaya kesenian yang ada di Kalbar merupakan asset budaya daearah yang harus dijaga untuk dikebangkan.

Kesenian atau adat budaya masing masing suku etnis dapat dijadi sebagai alat untuk memupuK dan perekat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam bingkai Negara kesatuan RI.

Hal tersebut dikatakan Gubernur Kalbar Drs.Cornelis.,H saat menyampaikan sambutannya pada malam Pagelaran Pesona Tanah Batak yang berlangsung di Gedung Serba Guna Kabupaten Sanggau, Sabtu ( 31/8).

Dikatakan Cornelis, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat juga terus berusaha untuk memajukan serta menjamin kebebasan budaya daerah asli daerah dari luar Kalbar, yang secara tradisi sudah menjadi bagian dari penduduk Kalbar secara turun temurun, secara nyata selama ini telah banyak memberikan kontribusinya dalam membangun Kalbar.

"Suku dan etnis apapun yang ada di daerah Kalbar merupakan budaya dan adat istiadat daerah Kalimantan Barat, jangan lagi kita berpikir dan berangapan itu bukan milik kita hanya milik dari etnis tertentu, Indonesia yang dihuni berbagai suku bangsa, etnis dan agama merupakan anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa, ini perlu kita syukuri," jelas Cornelis, seperti dilansir dalam laman kalbarprov.

Sementara itu Wakil Bupati Sanggau Paulus Hadi,S.Ip,M.Si mengatakan, sekarang Sanggau telah terbuka untuk siapa saja, apabila kita ingin maju, maka kita harus mempunyai hati nurani yang sama serta rasa memiliki untuk membangun Sanggau secara bersama-sama.

"Kita hidup dalam Negera Kesatuan RI, sama-sama sebagai Warga Negara Indonesia dan anak Indonesia," tegas Paulus. (c4/wam)

Keragaman Budaya Sebagai Perekat Bangsa


"Sejak Republik ini merdeka pada 1945, kita tidak pernah punya strategi kebudayaan. Belum pernah ada undang-undang tentang kebudayaan, atau UU tentang kesenian," kata Noorca M. Massardi di Jakarta, Sabtu (10/11).
Jakarta, Aktual.co — Budayawan Noorca M Massardi mengatakan keragaman budaya yang dimiliki oleh Indonesia merupakan alat pemersatu bangsa.

"Sejak Republik ini merdeka pada 1945, kita tidak pernah punya strategi kebudayaan. Belum pernah ada undang-undang tentang kebudayaan, atau UU tentang kesenian," kata Noorca M. Massardi di Jakarta, Sabtu (10/11).

Tidak adanya kepedulian negara terhadap kebudayaan, kata dia, menyebabkan "kita" sulit melindungi budaya Indonesia yang dicaplok oleh negara lain.

Pernyataan tersebut dilontarkannya menyusul pernyataan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Windu Nuryanti, bahwa pada rentang 2007-2012, Malaysia sudah tujuh kali mengklaim budaya Indonesia sebagai warisan budaya mereka.

Menurut dia, belum pernah ada departemen atau kementerian yang dikhususkan mengelola kebudayaan, kecuali ditempelkan pada pendidikan dan pariwisata seperti selama ini.

"Kebudayaan tidak akan langgeng tanpa kita semua. Indonesia membutuhkan kita, meningkatkan kecerdasan, keagungan hati dan harmoni," ujarnya.

Di sisi lain, katanya, praktik politik sering membuat bangsa Indonesia justru bertikai, dan budayalah yang mempersatukan seluruh perbedaan. "Budaya adalah harkat dan derajat yang menentukan kualitas bangsa," ujarnya.

"Kenali Budaya sebagai Perekat Kesatuan Bangsa"

Untuk kesekian kalinya Bapak Anand Krishna hadir di Bali, mulai dari Denpasar, Singaraja dan sekarang giliran Gianyar "tercerahkan" oleh kehadiran beliau. Apa yang saya alami di Hotel Nikki setahun lalu kini terjadi lagi. Ratusan kursi Balai Budaya Gianyar tidak mampu lagi menampung luapan kehadiran masyarakat Gianyar dan sekitarnya. Sampai-sampai mereka harus berdiri dan bersedia berada diluar gedung pertemuan.
Belum pernah sebelumnya ada acara dari organisasi non-pemerintahan yang dibanjiri oleh sejumlah tokoh pemerintahan, spiritual, anggota dewan, partai politik, bendesa adat dan warga biasa. Diantara undangan kehormatan tampak Bupati Gianyar Anak Agung Baratha, Wakil Bupati Gianyar Dewa Putu Wardana, Ketua DPRD Gianyar Made Agus Mahayastra, beberapa ketua partai politik, Muspida, Para Bendesa Adat dan Ida Pendanda Gde Made Gunung.

Dialog yang bertajuk "Kenali Budaya sebagai Perekat Kesatuan Bangsa" mempertemukan tiga pembicara yakni Bapak Anand Krishna, Bapak AA Rai (Budayawan/pemilik Musium ARMA), Ibu Luh Riniti Rahayu (Aktivisi Perempuan dan Ketua KPUD Bali) dan Ibu Yunni - penyiar senior di RRI cabang Denpasar sebagai moderator.

Ibu Luh Riniti Rahayu banyak memaparkan tentang perlunya nilai-nilai nasionalisme direvitalisasikan kembali. Peran perempuan dalam pembangunan bangsa harus dikedepankan karena perempuan memegang peranan penting bagi tumbuhnya kebudayaan. Kebudayaan yang berkembang dalam suatu bangsa akan memberikan dampak yang sangat positif bagi tumbuhnya demokrasi. Tanpa adanya perempuan tentu tidak ada demokrasi karena yang melahirkan laki-laki adalah perempuan. Dan demokrasi tidak akan berjalan tanpa manusia-manusia yang berbudaya.

Berikutnya, Bapak Anak Agung Rai menyampaikan rasa syukurnya sebagai orang Bali, orang Gianyar.... Tapi beliau sering bertanya, siapa sih orang Bali itu? Kenapa kita ada di sini? Pertanyaan ini belum bisa dia jawab. Sekitar abad ke-5, banyak pendatang di Bali: dari Cina, Tibet, India, Jawa...sampai di sini menetap, membawa aliran dan sekte beraneka ragam. Sehingga menurut beliau orang-orang Bali ini adalah campuran atau alkulturasi dari berbagai kebudayaan yang pernah ada dan pernah singgah sebelumnya ke Bali. Raja Udayana dan Ratu Mahendradatta yang memerintah pada abad ke-11, dengan beraneka ragam rakyatnya bisa membawa kesejahteraan dan perdamaian pada satu tujuan yang sama. Lebih jauh dia menuturkan, seni merupakan ideologi spiritual. Apa yang diciptakan orang-orang jaman dulu dituangkan ke dalam seni. Gianyar harus bersyukur karena sumber inspirasi di sekitarnya luar biasa. Seni pemberian alam, dan seni buatan manusia. Walaupun hanya tamatan SMP, tapi dengan semangat ia belajar dari alam dan sekitarnya dan Museum ARMA adalah hasil dari kerja kerasnya. Baginya di museumlah tempat tersimpan roh atau spirit berkesenian seniman yang telah meninggalkan kita. Demikian ia mengakhiri wacananya.

Setelah diselingi lagu-lagu oleh The Torchbearers, muda-mudi pembawa obor kasih dari Anand Krishna Centre, tibalah giliran yang ditunggu-tunggu oleh para peserta, yaitu wacana dari Bapak Anand Krishna.

"Bung Karno, ayahnya Jawa, Muslim. Ibunya adalah Bali, Hindu. Bung Karno adalah hasil interracial and interfaith marriage. Sekarang Indonesia tidak bisa melahirkan seorang Bung Karno lagi karena UU perkawinan kita melarang ini," ungkap Bapak Anand Krishna. Mengutip apa yang pernah dikatakan Bapak Siswono, semua UU yang tidak mengacu pada Pancasila harus dibatalkan, karena dasar negara kita adalah Pancasila. Bapak Anand Krishna pada kesempatan itu menggugah kesadaran masyarakat Gianyar dengan suara beliau yang lembut, tegas dan penuh semangat bahwa tanpa Budaya manusia tidak memiliki roh sama sekali. Dan budaya inilah yang memberikan kesatuan berpikir dalam hidup. Apabila budaya bisa dipertahankan maka bangsa Indonesia tidak akan takut dan khawatir dalam menghadapi persaingan global. Paham wahabinisme yg sedang mengepung kita dari berbagai sudut diungkapkan secara gamblang dan terbuka. Pertahanan budaya harus ditingkatkan karena hanya itulah satu-satunya solusi. Partai-partai berbasis agama yang mendukung/membawa paham wahabi ini oleh Bapak Anand Krishna dikatakan akan mendukung demokrasi ala barat di Indonesia sampai mereka berhasil berkuasa dan setelah itu perlahan-lahan akan dihilangkan diganti dengan ideologi wahabi. Celakalah kita semua! Tetapi walaupun begitu, dengan penuh keyakinan Bapak Anand Krishna meminta masyarakat Bali untuk bangkit dan menjadi pelopor kembali kepada Pancasila yang merupakan Saripati Budaya luhur bangsa Indonesia. Tepuk tangan penuh semangat mengamini apa yang diwacanakan oleh Bapak Anand Krishna, membuka mata hati para undangan atas keadaan bangsa ini.

"Bali adalah pewarih budaya Nusantara yang harus menjadi mercusuar kebangkitan bangsa Indonesia. Jika mereka tetap memaksakan paham Wahabi itu masuk ke Indonesia, mereka telah menggali kuburannya sendiri, kita bersama akan membinasakan mereka disini," tegas Bapak Anand Krishna sambil mengebrak meja. Para undangan bertepung tangan menyetujui hal itu. Pada kesempatan itu pula Guruji meminta ketua partai PDIP dan Golkar Gianyar yang hadir untuk merapatkan barisan bersatu menghadapi musuh bangsa ini.

Kekuatan dari atas turunlah, kekuatan dari bawah naiklah, dan mari kita berkarya bersama. Begitulah, dengan dibimbing oleh Bapak Anand Krishna, masyarakat Gianyar bersama-sama melantunkan doa demi kedamaian dan kejayaan Indonesia.